“Astaga
maafkan daku krn wa kk tenggelam banget.”
Sudah berapa
kali aku mendapatkan balasan seperti di atas dari beberapa orang ketika aku berkomunikasi
dengan teman-temanku lewat aplikasi Whatsapp (WA). Bahkan, ada yang sampai
sekarang tidak dibalas. Chat yang aku kirim bukan di grup WA, tetapi personal
chat alias jalur pribadi (japri)
Well, ga boleh suuzon… itu
prinsipku. Jika isi chat aku urgent, tentu aku akan follow up
misalnya menghubungi langsung lewat menelepon atau minta tolong orang yang aku
tahu kemungkinan sedang berada dekat teman yang belum balas-balas chat-ku.
Aku belajar
inilah fenomena dari komunikasi. Menurutku, ada beberapa faktor penentu seseorang
cepat membalas chat. Pertama, kecepatan bagaimana merespon chat tergantung
siapa yang mengirim chat. Keluarga-kah? Sahabat-kah? Teman kampus-kah? Dosen-kah?
Presiden-kah? Gebetan-kah? Tentu bagaimana kita merespon beda. selain
kecepatan, bahasa yang digunakan juga akan beda beda. Apa yang dianggap penting
bagiku, belum tentu penting bagi orang lain. Isi chat yang aku kirim ke
mereka yang rata-rata lama baru dibalas sebenarnya tidak penting mungkin bagi
mereka walau bagiku penting. Kalau tidak penting, tidak mungkin aku kirim chat.
Faktor siapa
yang mengirim bisa semakin luas bukan status orang yang mengirim chat tetapi
juga apakah yang mengirim chat itu adalah masalah dengan kita atau tidak. Faktor
like and dislike singkatnya. Jika yang mengirim itu adalah orang yang
sedang kita tidak sukai atau benci, maka akan besar kemungkinan lama dibalas
atau bahkan tidak dibalas. Semoga ini bukan faktor yang membuat mereka lama
membalas atau tidak membalas chat aku.
Faktor kedua
yang berhubungan erat dengan faktor pertama adalah, siapa orang yang kita
kirim. Jika yang dikirim itu seseorang yang super sibuk, banyak tanggung jawab
apalagi jika orang penting di sebuah organisasi, atau dari sisi senioritas memang
jauh di atas aku, maka probabilitas jika aku yang bukan siapa-siapa dibalas secepatnya
itu tentu semakin kecil.
Faktor penentu
ketiga adalah topik chat juga menjadi faktor penentu. Isi chat
yang penting dan urgent tentu akan lebih cepat dibalas dibandingkan yang
tidak penting dan tidak urgent menurut penerima chat. Bisa jadi
mereka sudah baca chat yang aku kirim, tetapi bagi mereka isi chat
aku tidak urgent untuk dibalas, mereka memutuskan untuk menunda
membalasnya karena juga ada hal lain yang lebih penting saat mereka menerima chat
aku. Akhirnya, karena teman-temanku ini orang-orang penting, maka chat
yang masuk ke mereka semakin banyak, dan akhirnya chat aku terlupakan.
Faktor keempat
adalah kapan waktu mengirim chat tersebut. Ini menurutku berkaitan dengan faktor
ketiga sih, seberapa penting dan seberapa urgent isi chat
yang dikirim. Jika penting tetapi tidak urgent atau tidak penting
menurut penerima chat ditambah waktu menerima chat di saat mereka sedang
sibuk atau buru-buru, maka kemungkinan besar chat akan lama atau bahkan
lupa dibalas. Ini masuk akal bagiku karena mayoritas chatku yang lama
dibalas atau bahkan ada yang tidak dibalas sama sekali sampai sekarang itu aku
kirim ketika hari cukup masih pagi.
Berkomunikasi
lewat WA sama seperti berkomunikasi lewat media apapun. Tetap perlu ada etika. Aku
secara pribadi tidak menjadi masalah lama atau tidak dibalas chat-ku walau
menurutku penting. Toh, seperti yang aku sampaikan di awal, jika urgent,
aku akan follow up lewat cara yang lain. Namun, adalah baik memang jika kita
bisa segera membalas chat, atau memberikan informasi jika akan dibalas tidak
sekarang. Akhirnya, adalah baik jika meminta maaf ketika lama baru membalas.
Aku juga belajar
untuk terus menjaga konsistensiku memahami orang lain termasuk memahami bahwa
tidak semua orang akan bisa selalu menjawab chat-ku segera. Aku percaya ada alasan
yang bisa dipertanggungjawabkan sehingga mereka lama atau tidak membalas chatku.
Utamanya adalah ada respek yang harus aku jaga.
Aku bersyukur lewat cara sederhana Allah memberikan aku lagi satu pencerahan bagiku dalam berelasi.
Aku bersyukur lewat cara sederhana Allah memberikan aku lagi satu pencerahan bagiku dalam berelasi.
Comments
Post a Comment